Gentle Notes

memilih media sosial dengan intensi

Selalu ada periode mondar-mandir dan galau, dengan banyak godaan, setelah selesai otak-atik website. Ya, karena setelah website selesai, yang tersisa adalah kita harus memproduksi konten. Supaya website baru terus, ya harus nulis konten baru dong.

Dan aku, meskipun nggak pengen-pengen amat main medsos, tetap berpikir ā€œwah! Harus ekspansi ke medsos nih!ā€ Dan mulai mencari platform apa yang cocok buatku.

Padahal, sekali lagi, aku tuh nggak minat-minat banget main medsos. Pun nulis juga karena hobi aja, bukan buat menghasilkan keuntungan. Walaupun kalo ada untung, ya it would be nice. Itulah yang bikin aku banyak berpikir, emangnya aku mau ngapain dengan medsos ini?

Satu bulan kemarin aku meminimalisir penggunaan media sosial dan rasanya memang cukup melegakanā€”jadi nggak merasa khawatir harus cek mention, merasa ketinggalan info terbaru dan sebagainya. Aku cukup nyaman memperbarui blog dan hasilnya ada cukup banyak postingan yang aku hasilkan di blog beberapa waktu terakhir.

And then, keinginan itu munculā€¦ keinginan untuk terkoneksi dan terhubung.

Cari Teman

Suka atau enggak, blog sekarang emang nggak banyak diminati. Beda dengan jaman pandemi, orang-orang sekarang lebih suka menggunakan media sosial atau youtube. Aku yang masih bertahan menggunakan teks jadinya merasa kesepian.

Masih ada temen blogging from the good old days; but still, tidak sebanyak dulu, tidak seaktif dulu. Kayaknya ini kutukan deh, soalnya pas semua orang aktif, aku malah nggak aktif sama sekali wkwkwkw.

Halangan lain adalah topik blog yang aku suka baca, dalam bahasa Indonesia, sangat sedikit. I watch as kak Justinā€™s blog slowly involves more english writing in their blog, dan aku sempet mikir gitu jugaā€”buat memperluas jaringan teman yang sama-sama blogging, mungkin solusinya adalah menulis dengan bahasa inggris.

But i realized i donā€™t want that. There are still certain charm ketika aku nulis dengan bahasaku sendiri yang ancur-ancuran. meskipun nggak proper buat tulisan di majalah atau media massa, tapi itā€™s comforting because it feels mine. jadi aku masih pengen nulis pake bahasa indonesia.

Nah, tapi, mencari blog dengan topik yang menyenangkan hatiku pun sedikit dalam bahasa indonesia šŸ˜¬Ā i adore personal blogs with a flair and kind, warm personality. seperti itulah blog-blog yang aku baca. semoga sih makin banyak blog dengan konten seperti itu, meskipun blog masih belum populer (lagi) di indonesia.

FOMO konten video

Semua orang ada di youtube sekarang. Beberapa tahun lalu aku bilang kalau aku tuh nggak suka konten video, bingung nontonnya kapan. Sekarang aku hampir setiap hari nonton video. Mungkin karena sudah terlatih dengan short-form videos, mungkin karena aku menemukan keuntungan nonton video sambil melakukan pekerjaan membosankan lain, misalnya menyeterika.

Terus, karena niche yang aku suka ada di video (A day in my life, lifestyle tips, productivity for women), jadinya aku mikirā€¦ kalau emang mau terhubung dengan mereka yang topiknya aku suka, ya aku harus bikin video juga. I tried to film myself for a couple of days, tapi sejauh ini masih numpuk footage aja tanpa membentuk video. Aku masih lebih suka nulis dibanding bikin video.

Keinginanku, ya nulis

Jadilah, sekarang, aku masih akan berfokus ke nulis. Mungkin ke depannya akan bikin video, tapi belum tahu video yang seperti apa. Sayangnya, kita semua adalah orang dewasa dengan waktu dan pilihan yang terbatas; jadi saat ini aku hanya bisa memilih menulis untuk mengisi waktu luang. Setelah aku makin pintar memanfaatkan waktu luangku untuk menulis dan mengedit blog sehingga nggak perlu kejar-kejaran, aku akan bikin video!

Pun kalaupun bikin video, aku nggak mau video menjadi konten utama. Tulisan masih akan aku terbitkan dan video hanya akan menjadi pelengkap. Sekarang aku masih belajar dan masih mencari apa yang ingin aku sampaikan di video. Well, maybe setelah aku bisa menulis rutin, akan lebih terbaca apa yang ingin aku sampaikan.

Penulis blog memang makin sedikit, begitu juga pembacanya: tapi bukan berarti tidak ada. Aku melihat lippielust yang sekarang masih konsisten mengisi websitenya. I aspire to be like that, meskipun hanya untuk hobi. Sepertinya mereka sempat ingin mengembangkan medsosā€”namely youtube, instagram, tapi aku lihat akhirnya instagram yang dikembangkan, dan difokuskan dalam konten editorial. i like that!

Soā€¦ thatā€™s my decision for now. Mencoba menulis sampai menemukan rhythm dan pace yang enak supaya bisa menulis rutin; setelah itu baru berkembang ke konten lainnya, utamanya adalah video dan media sosial.

Okayā€¦ so that makes us go toā€¦

Media sosial yang cocok

Katanya mau berhenti main media sosial? Nggak juga, sih. Tujuan aku berhenti medsos-an kemarin, supaya bisa lebih menentukan media sosial mana yang ingin aku pakai, dan apa tujuannya. Aku ingin menggunakan medsos sebagai ekstensi dari blog, tapi seperti ditulis di atas, belum tahu gimana caranya.

Setelah menilai dari jauh dan terjun sedikit, ini hasil yang aku dapatkan.

TikTok

Iā€™ve tried it but no. Penonton konten tiktok mayoritas ya memang hanya berniat di video dan konten pendek. Sementara aku lebih suka konten longform dan engagement yang panjang-panjang. Komentar tiktok yang pendek aja bikin aku bete. Jadi kayaknya nggak dululah.

Twitter (X)

Twitter buatku kayak alun-alun dengan isi orang yang banyak gibah dan ribut. Aku mencoba mengkurasi home supaya lebih banyak konten visual dan yang lebih bermanfaat, tapi karena pengaruh following dan followers, jadinya agak susah juga.

Rasanya kayak teriak di ruangan yang terlalu luas, aku kesulitan menemukan orang baru yang mau ngobrol denganku. Sharing lewat teks juga agak membingungkan mengingat aku lebih suka nulis panjang di blog. Jadi kayaknya aku harus mundur dari sini, dan hanya menjadikannya sebagai tempat ngintip inspirasi sebentar-sebentar.

Lemon8

Perusahaan yang membuatnya adalah perusahaan yang sama yang membuat TikTok, dan isinya gabungan instagram+pinterest. Mereka masih proses akuisisi user, tapi kayaknya penggunanya masih sedikit. Aku curiganya suatu saat app ini akan digabungkan ke tiktok a la instagram+threads atau yang lain.

I like the editorial approach, jadi kayaknya akan stay di sini. Pun karena pengisinya sedikit, masih ada kesempatan dapat trafik kalau konten yang kamu buat berkualitas. Karena basisnya editorial, ada kemungkinan mau baca juga.

Pinterest

Ada yang bilang pinterest adalah search engine untuk trafik yang bagus. tapi yang bilang ini mayoritas adanya di usa. landscape internet di indonesia jauh berbeda dengan usa, dan aku nggak melihat hal itu terjadi di indonesia; but still, karena caranya jauh lebih low maintenance (pin satu gambar, dapat urlnya), aku akan rutin coba ini untuk setiap blog post-ku.

Instagram

Aku nggak betah-betah banget di instagram, jadi bingung juga ngapain aku stay di instagram. Pengen bikin konten yang sama, tapi aku nggak begitu suka bikin video vertikal/belum menemukan enjoyment menikmati video vertikal selain a day in my life dan konten editorial. Sempat berpikir bikin konten photo slider aja, tapi Instagram tuh udah terlalu besar dengan segala algoritmanya. Or maybe i can just start it tanpa mikirin trafik ini-itu? Maybe. Biar kayak lippielust aja, sebagai ekstensi.

Threads

Threads adalah versi lebih bersih dari twitter, karena orangnya lebih sedikit dan merupakan perpanjangan dari instagram. Nah masalahnya adalah karena instagram isinya orang jualan, di threads pun isinya orang jualan juga.

Aku awalnya merasa threads is a breath of fresh air, tapi sekarang mulai eneg dengan konten yang isinya cara menjual barang jualan. Dia jualan kelas untuk kita belajar jualan. Jualanception. Of course its good, tapi simply bukan niche-ku. Aku masih mencoba nyari algoritma yang sesuai supaya kontennya seperti yang aku mau, tapi pelan-pelan aja biar nggak jadi doomscrolling.

Anyway, aku juga agak bete karena di threads susah nyelipin link. Buat apa kalau nggak bisa nyelipin link blog sendiri? Padahal berbasis tulisan, sayang banget.

YouTube

Karena sekarang aku fokus mengisi blog-ku dengan konten editorial bermanfaat (pendek dan panjang), aku berpikir bahwa blog-ku adalah repositori untuk konten yang nanti akan aku buat video. Ke depannya aku pengen bikin konten longform, baik dengan narasi atau bukan. Aku senang nangkring di YouTube namely karena konten longform, dan katanya buatlah konten di platform yang kamu suka: so I guess Iā€™ll stay.

final answer

There's no definitive answer. aku masih mencari waktu dan porsi yang sesuai, tapi pastinya aku mau terus menulis sampai menemukan apa yang ingin aku sampaikan.

add-on 22 April 2024

Kemarin, ngobrol dengan teman dan apa yang aku tuliskan ini semua aku omongkan ke dia. Ternyata dia juga punya pikiran serupa. Ada setitik harapan bahwa tren LN akan turun ke tren indonesia, meskipun agak lambat. Sekarang orang Indonesia masih senang main vlog, tapi siapa yang tahu kalau nanti akan kecapean dan balik lagi ke konten teks?

#content creation #learning #social media #thoughts